Penerapan Dan Jenis Majas Dalam Puisi
Majas atau dikenal pula dengan bahasa kias, dalam penciptaan puisi akan berfungsi memberi efek atau kesan tertentu, sehingga pencapaian terhadap kesan dan maksud tertentu akan menjadi lebih kuat, lebih mendalam, lebih bernas, sesuai dengan yang diharapkan dari pencipta puisi tersebut.
Majas dalam puisi memang sangatlah diperlukan, untuk itu dalam berpuisi majas sering dijadikan salah satu hal yang ada dalam setiap bait puisi. Coba perhatikan puisi yang berjudul “Jakarta” karya Husni Djamaludin, diciptakan di Jakarta pada 22 Juni 1990 di bawah ini:
Jakarta adalah biskota
yang berjubel penumpangnya
bergerak antara kemacetan jalan raya
dan terobosan-terobosan tak terduga
Jakarta adalah bos besar
gajinya sebulan empat milyar
Adapun yang babu
tinggi sudah empat puluh ribu
Jakarta adalah rumah-rumah kumuh
yang mengusik tata keindahan gedung-gedung pencakar langit
Jakarta adalah gedung-gedung pencakat langit
yang mencakar wajah-wajah kemiskinan rumah-rumah kumuh
Jakarta adalah komputer
yang mengutak-atik angka-angka nasib
dan memutar
nasib angka-angka
Jakarta adalah ciliwung
sungai keringat dan mimpi rakyatnya
disitu pula mengalir
air mata ibukota
Puisi karya Husni Djamaludin yang diciptakan di Jakarta pada 22 Juni 1990 ini, menjadi terasa kuat dengan menggunakan majas, sehingga menimbulkan efek atau kesan yang mendalam tentang keadaan Jakarta yang tidak semata mempertontonkan keindahan, mimpi dan harapan untuk jutaan orang.
Dalam bait pertama, Husni Djamaludin menggunakan majas perbandingan berupa perumpaan yakni mengumpakan Jakarta sebagai bis kota. Ketika berbicara tentang bis kota, efek yang didapat adalah kumuh, padat, berjejal, keringat, copet, teriakan kondektur, mogok dan kesan mendalam lainnya.
Nah, dengan menggunakan majas perbandingan berupa perumpaan ini, dengan cerdik Husni Djamaludin menangkap Jakarta sebagai sebuah bis kota lengkap dengan kesan yang mendalam tadi. Di sinilah penggunaan majas dalam puisi, akan memberi efek yang lebih mendalam. Tentu kesan yang didapat pembaca akan berbeda apabila bait pertama tadi tidak menggunakan majas, misalnya dengan memotret langsung.
Silakan bandingkan dengan contoh di bawah ini:
Jakarta adalah pusat ibukota
yang berjubel penduduknya
bergerak dalam derap pembangunan
dengan beragam liku-likunya
Puisi yang tidak menggunakan majas tersebut, secara substansial mengandung arti yang sama. Tapi efek yang ditimbulkan berbeda. Coba perbandingkan sekali lagi dengan bait pertama yang menggunakan majas:
Jakarta adalah biskota
yang berjubel penumpangnya
bergerak antara kemacetan jalan raya
dan terobosan-terobosan tak terduga
Apa yang Anda rasakan dari dua bait di atas? Tentu perbedaan nilai rasa, bukan? Ya. Karena salah atu fungsi majas adalah itu! Untuk menambah nilai rasa pada setiap kalimat dalam puisi atau karya seni.
Penerapan Majas pada Puisi
Ketika akan menciptakan puisi dengan menggunakan majas, tentu saja Anda memiliki keleluasaan dalam menerapkan salah satu jenis majas tersebut. Apakah Anda akan menggunakan langsung di awal bait, di tengah maupun pada keseluruhan bait puisi tersebut.
Semua terserah pada Anda. Demikian pula dengan jenis majas yang akan Anda gunakan, apakah akan menggunakan majas jenis perbandingan, majas pertautan atau majas pertentangan? Anda juga memiliki keleluasaan apabila ingin mengharmonisasikan ketiga jenis majas tersebut.
Namun tentu yang paling penting adalah bagaimana jenis majas yang akan dipergunakan itu, memberi efek atau kesan yang kuat dan mendalam, sehingga tema puisi yang Anda tulis sesuai dengan harapan atau tema yang diinginkan. Sebagai penjelasan dari paparan ini, bisa kita perhatikan beberapa contoh puisi yang menggunakan majas dengan tepat di bawah ini, sehingga memberi kesan yang dahsyat.
Petikan puisi di bawah ini adalah karya paus puisi Indonesia, Sapardi Djoko Damono yang berjudul “Dukamu Abadi”.
…
Sekarang masih harus setia
mendengarkan suara, apapun juga’
sampai tuli; masih harus memandang
beribu warna, sampai buta; masih harus
menjumlah serta mengurangi sederet panjang angka-angka
…
Dalam salah satu bait puisinya tersebut, penyair Sapardi Djoko Damono menggunakan dua jenis majas sekaligus yaitu jenis majas klimaks dan majas asindeton. Untuk lebih menjelaskan pemaparan ini, tentu harus paham terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan majas klimaks dan majar asindeton.
Majas klimaks adalah suatu gaya bahasa yang dipergunakan untuk menjelaskan atau menerangkan sesuatu dengan tata urutan yang terus meningkat, misalnya dari kecil sampai besar, dari rendah sampai tinggi, dari biasa-biasa saja menjadi paling bagus.
Hal ini dimaksudkan untuk memberi pengertian atau efek yang lebih kuat. Nah, dalam cuplikan puisi di atas, majas diterapkan dalam kata-kata “mendengarkan suara, apapun juga sampai tuli” artinya dari suara yang paling rendah sampai suara paling tinggi, yang tidak saja memekakkan telingan melainkan sampai tulis. “Masih harus memandang, beribu warna, sampai buta” dan dalam kata-kata “masih harus menjumlah serta mengurangi sederet panjang angka-angka”.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, dalam petikan salah satu bait puisi berjudul “Dukamu Abadi” karya Sapardi Djoko Damono tersebut, selain menggunakan majas klimaks tapi sekaligus menggunakan majas asindeton.
Majas asindeton adalah gaya bahasa yang ingin menerangkan atau menyatakan sesuatu yang berjumlah banyak, namun tidak menggunakan kata hubung sebagaimana lazimnya dalam tata bahasa Indonesia. Sebagai pengganti kata penghubung, majas asindeton ini mempergunakan tanda baca berupa titik dua, koma, titik koma dan tanda baca lainnya.
Tentu ketika hal tersebut dipergunakan dalam puisi, akan memberi efek yang luar biasa, tidak saja menjadi lebih singkat dalam arti sebenarnya, melainkan juga akan terasa lebih bernas dan kuat.
Coba kita perhatikan – terutama bagian tanda baca – lagi petikan bait puisi “Dukamu Abadi” karya Sapardi Djoko Damono di bawah ini:
…
Sekarang masih harus setia
mendengarkan suara, apapun juga
sampai tuli; masih harus memandang
beribu warna, sampai buta; masih harus
menjumlah serta mengurangi sederet panjang angka-angka
…
Jenis majas lain yang sering dipergunakan dalam menulis puisi adalah majas repetisi atau pengulangan. Majas repetisi ini menggunakan unsur pengulangan baik itu bunyi, kata, suku kata bahkan dalam kalimat utuh. Maksudnya tentu saja ingin memberi penekanan sehingga bagian yang diulang itu menjadi menonjol dan memberi efek yang lebih tinggi dibanding yang lainnya.
Coba perhatikan salah satu bait puisi di bawah ini menggunakan majas repetisi:
aku bawakan bunga padamu
tapi kau bilang masih
aku bawakan resahku padamu
tapi kau bilang hanya
Majas repetisi dalam bait puisi di atas bisa kita temukan dalam kata-kata bawakan, padamu, aku, kau dan tapi.
Beberapa Jenis Majas
Masih banyak jenis majas yang juga sering dipergunakan dalam penulisan puisi. Sebagai gambaran bisa dijelaskan jenis-jenis majas tersebut di bawah ini:
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa berbagai macam majas tersebut bisa dikelompokkan menjadi majas perbandingan, majas pertentangan dan majas pertautan. Selain beberapa jenis majas yang telah dijelaskan sebelumnya dan penerapannya dalam bentuk puisi, untuk kelompok majas perbandingan dibagi ke dalam tiga jenis atau tiga bentuk majas yaitu perumpamaan, personifikasi dan metafora.
Contoh untuk jenis majar perumpamaan misalnya hidupnya seperti katak dalam tempurung, sementara untuk majas personifikasi misalnya bulan menggantung di kelopak matanya dan contoh untuk jenis majas metafora atau perbandingan langsung adalah akhirnya sampah masyarakat itu dibawa ke kantor dinas sosial.
Penerapannya dalam puisi, bisa Anda pergunakan langsung atau menggabungkannya dengan jenis majas lain, baik secara utuh maupun pada sebagian. Selamat berkreasi menulis puisi dengan menggunakan majas.
Post a Comment for "Penerapan Dan Jenis Majas Dalam Puisi"